Cari Info – Anda pasti tahu dengan kota Yogyakarta atau Jogjakarta. Tapi tahukah Anda bagaimana tentang sejarah Yogyakarta. Jika Anda ingin mengenal lebih dekat dengan kota Yogya, datanglah ke Monumen Yogya / Jogja Kembali. Monumen ini biasa disingkat menjadi MONJALI (Monumen Jogja Kembali) oleh masyarakat kota yogyakarta.
Monumen Jogja Kembali sangat tepat menjadi sarana kita untuk memahami sejarah tanpa harus merasa digurui karena peran pemandu dalam menyampaikan setiap cerita dalam diorama sangat menarik dan tidak menjemukan. Disini pengunjung akan disegarkan kembali ingatannya akan sejarah perjuangan bangsa dan mengetahui siapa saja tokoh-tokoh dibalik perjuangan pada masa itu. Monumen ini dibuka setiap hari Selasa – Minggu pada jam 08.00 – 16.00 WIB, tetapi pada masa liburan sekolah monumen ini juga tetap dibuka pada hari Senin seperti hari biasa. Tiket masuk dikenakan biaya sebesar Rp 7.500 untuk wisatawan. Tempat ini layak untuk dijadikan tempat kunjungan wisata dan melakukan liburan bersama keluarga.
Sejarah Monumen Jogja Kembali
Monumen ini dibangun pada 29 Juni 1985 yang ditandai dengan sebuah upacara tradisional, yaitu penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Raja Keraton Jogja yakni Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Gagasan untuk mendirikan monumen Yogya Kembali ini dilontarkan oleh Kolonel Sugiarto, yang menjabat selaku Wali kota madya Yogyakarta dalam Peringatan Yogya Kembali yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1983 saat itu.
Dipilihnya nama Yogya Kembali yaitu dengan maksud sebagai tetenger atau penanda tentang peristiwa sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda dari Ibu kota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Hal ini digunakan sebagai tanda dari awal bebasnya Bangsa Indonesia secara nyata dari kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda. Monumen Jogja Kembali adalah monumen dengan bentuk kerucut dan terdiri dari tiga lantai. Pembangunannya dilakukan dengan waktu pebgerjaan selama empat tahun dan pembukaannya diresmikan pada tanggal 6 Juli 1989 oleh Presiden RI pada waktu itu, Presiden Soeharto.
Monumen ini terletak di Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Dibuat dengan tinggi kurang lebih 31.8 meter dari tanah. Desain bentuk kerucutnya melambangkan bentuk gunung yang menjadi perlambang kesuburan dari daerah setempat, selain memiliki makna sebagai pengingat dan bertujuan melestarikan budaya dari nenek moyang. Pemilihan lokasi Monumen Jogya Kembali juga memiliki alasan berlatarkan budaya Kota Yogyakarta. Monumen terletak pada sumbu atau poros imajiner yang menghubungkan dengan puncak Gunung Merapi, Tugu identitas Jogja atau 0 Kilometer, Kraton Jogja, Panggung Krapyak dan pantai Parang Tritis atau laut selatan. Sumbu imajiner ini juga sering disebut dengan Poros Makrokosmos atau Sumbu Besar Kehidupan.
Jika berlibur ke monumen ini, Pengunjung bisa melihat tandu yang digunakan untuk menggotong Panglima Besar Jenderal Soedirman selama perang gerilya di jogja dan sekitarnya. Juga ada seragam tentara dan dokar yang juga pernah digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk berperang. Konon total koleksi yang ada di tempat ini berjumlah mencapai ribuan. Selain itu juga terdapat perpustakaan di lantai satu yang merupakan perpustakaan khusus yang menyediakan bahan-bahan referensi tentang sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Terdapat juga ruang serbaguna yang setiap hari Sabtu dan Minggu digelar berbagai atraksi diantaranya tarian klasik, gamelan, musik electone yang memainkan lagu-lagu tentang perjuangan. Ruangan Serbaguna ini bisa digunakan atau disewa untuk umum, biasanya untuk acara-acara pernikahan, seminar, wisuda dan acara lain.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tentang Monumen Jogja Kembali
Didalam bangunan terdapat banyak diorama perjuangan Phisik dan Diplomasi Bangsa Indonesia sejak 19 Desember 1948 hingga 17 Agustus 1949. Seperti di lantai 2, ada sekitar 10 diorama.Diorama diawali dengan Agresi Militer Belanda memasuki kota Yogyakarta dalam rangka menguasai kembali Replublik Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948 dimana pengunjung bisa menyaksikan miniatur pesawat-pesawat Belanda yang dibuat mirip dengan asli-nya. Apabila anda datang didampingi pemandu maka pemandu akan dengan senang hati menjelaskan kepada anda peristiwa sesungguhnya yang terjadi dimana pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Van Langen berhasil menguasai Lapangan Udara Maguwo (kini Adisucipto) pada pukul 08.00 dan mengadakan ‘sapu bersih’ terhadap apa yang dijumpai sepanjang jalan menuju Kota Yogyakarta (Jalan Solo). Kurang lebih pukul 16.00 pasukan Belanda sudah menguasai seluruh kota Yogyakarta dan beberapa tempat-tempat penting lain seperti Istana Presiden (Gedung Agung) dan Benteng Vredeburg. Sejak itu perjuangan merebut kembali Negara RI dimulai. Kesepuluh diorama disajikan dalam kronologis waktu sehingga memudahkan pengunjung untuk memahami urutan kejadian yang sebenarnya.
Disini kita juga semakin memahami peran perjuangan Jenderal Soedirman yang waktu itu dengan kondisi kesehatan sangat lemah dan paru-paru sebelah tetap memaksakan diri ikut berjuang dengan cara gerilya walaupun Presiden Soekarno sudah memintanya untuk tinggal bersamanya saja. Diorama ini disajikan diawal-awal. Di tengah-tengah diorama disisipkan juga adegan yang terkenal dengan sebutan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Soeharto yang memiliki tujuan politik, psikologis dan militer dimana bangsa Indonesia ingin mengabarkan pada dunia mengenai eksistensi-nya. Berita keberhasilan SU 1 Maret 1949 tersebut berhasil disebarluaskan melalui jaringan radio AURI dengan sandi PC-2 di Banaran, Playen, Gunung Kidul secara beranting hingga sampai ke Burma, India dan sampai kepada perwakilan RI di PBB. Menjelang diorama terakhir kita bisa melihat akhir dari perjuangan panjang dan melelahkan bangsa dimana akhirnya tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan Sri Sultan HB IX bertindak selaku koordinator keamanan yang mengawasi jalannya penarikan pasukan tersebut dan diakhiri dengan adanya Persetujuan Roem-Royen pada tanggal 7 Mei 1949.
tag: taman pintar, malioboro yogyakarta, benteng vredeburg, taman pelangi jogja, monjali, sejarah monumen jogja kembali (monjali), harga tiket masuk monumen jogja kembali, candi prambanan, jogja kembali download, gempa jogja, peta jogja, hotel jogja, jogja hot, jogja selingkuh, jogja tv.
Monumen Jogja Kembali sangat tepat menjadi sarana kita untuk memahami sejarah tanpa harus merasa digurui karena peran pemandu dalam menyampaikan setiap cerita dalam diorama sangat menarik dan tidak menjemukan. Disini pengunjung akan disegarkan kembali ingatannya akan sejarah perjuangan bangsa dan mengetahui siapa saja tokoh-tokoh dibalik perjuangan pada masa itu. Monumen ini dibuka setiap hari Selasa – Minggu pada jam 08.00 – 16.00 WIB, tetapi pada masa liburan sekolah monumen ini juga tetap dibuka pada hari Senin seperti hari biasa. Tiket masuk dikenakan biaya sebesar Rp 7.500 untuk wisatawan. Tempat ini layak untuk dijadikan tempat kunjungan wisata dan melakukan liburan bersama keluarga.
Sejarah Monumen Jogja Kembali
Monumen ini dibangun pada 29 Juni 1985 yang ditandai dengan sebuah upacara tradisional, yaitu penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Raja Keraton Jogja yakni Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Gagasan untuk mendirikan monumen Yogya Kembali ini dilontarkan oleh Kolonel Sugiarto, yang menjabat selaku Wali kota madya Yogyakarta dalam Peringatan Yogya Kembali yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1983 saat itu.
Dipilihnya nama Yogya Kembali yaitu dengan maksud sebagai tetenger atau penanda tentang peristiwa sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda dari Ibu kota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Hal ini digunakan sebagai tanda dari awal bebasnya Bangsa Indonesia secara nyata dari kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda. Monumen Jogja Kembali adalah monumen dengan bentuk kerucut dan terdiri dari tiga lantai. Pembangunannya dilakukan dengan waktu pebgerjaan selama empat tahun dan pembukaannya diresmikan pada tanggal 6 Juli 1989 oleh Presiden RI pada waktu itu, Presiden Soeharto.
Monumen ini terletak di Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Dibuat dengan tinggi kurang lebih 31.8 meter dari tanah. Desain bentuk kerucutnya melambangkan bentuk gunung yang menjadi perlambang kesuburan dari daerah setempat, selain memiliki makna sebagai pengingat dan bertujuan melestarikan budaya dari nenek moyang. Pemilihan lokasi Monumen Jogya Kembali juga memiliki alasan berlatarkan budaya Kota Yogyakarta. Monumen terletak pada sumbu atau poros imajiner yang menghubungkan dengan puncak Gunung Merapi, Tugu identitas Jogja atau 0 Kilometer, Kraton Jogja, Panggung Krapyak dan pantai Parang Tritis atau laut selatan. Sumbu imajiner ini juga sering disebut dengan Poros Makrokosmos atau Sumbu Besar Kehidupan.
Jika berlibur ke monumen ini, Pengunjung bisa melihat tandu yang digunakan untuk menggotong Panglima Besar Jenderal Soedirman selama perang gerilya di jogja dan sekitarnya. Juga ada seragam tentara dan dokar yang juga pernah digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk berperang. Konon total koleksi yang ada di tempat ini berjumlah mencapai ribuan. Selain itu juga terdapat perpustakaan di lantai satu yang merupakan perpustakaan khusus yang menyediakan bahan-bahan referensi tentang sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Terdapat juga ruang serbaguna yang setiap hari Sabtu dan Minggu digelar berbagai atraksi diantaranya tarian klasik, gamelan, musik electone yang memainkan lagu-lagu tentang perjuangan. Ruangan Serbaguna ini bisa digunakan atau disewa untuk umum, biasanya untuk acara-acara pernikahan, seminar, wisuda dan acara lain.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tentang Monumen Jogja Kembali
Didalam bangunan terdapat banyak diorama perjuangan Phisik dan Diplomasi Bangsa Indonesia sejak 19 Desember 1948 hingga 17 Agustus 1949. Seperti di lantai 2, ada sekitar 10 diorama.Diorama diawali dengan Agresi Militer Belanda memasuki kota Yogyakarta dalam rangka menguasai kembali Replublik Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948 dimana pengunjung bisa menyaksikan miniatur pesawat-pesawat Belanda yang dibuat mirip dengan asli-nya. Apabila anda datang didampingi pemandu maka pemandu akan dengan senang hati menjelaskan kepada anda peristiwa sesungguhnya yang terjadi dimana pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Van Langen berhasil menguasai Lapangan Udara Maguwo (kini Adisucipto) pada pukul 08.00 dan mengadakan ‘sapu bersih’ terhadap apa yang dijumpai sepanjang jalan menuju Kota Yogyakarta (Jalan Solo). Kurang lebih pukul 16.00 pasukan Belanda sudah menguasai seluruh kota Yogyakarta dan beberapa tempat-tempat penting lain seperti Istana Presiden (Gedung Agung) dan Benteng Vredeburg. Sejak itu perjuangan merebut kembali Negara RI dimulai. Kesepuluh diorama disajikan dalam kronologis waktu sehingga memudahkan pengunjung untuk memahami urutan kejadian yang sebenarnya.
Disini kita juga semakin memahami peran perjuangan Jenderal Soedirman yang waktu itu dengan kondisi kesehatan sangat lemah dan paru-paru sebelah tetap memaksakan diri ikut berjuang dengan cara gerilya walaupun Presiden Soekarno sudah memintanya untuk tinggal bersamanya saja. Diorama ini disajikan diawal-awal. Di tengah-tengah diorama disisipkan juga adegan yang terkenal dengan sebutan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Soeharto yang memiliki tujuan politik, psikologis dan militer dimana bangsa Indonesia ingin mengabarkan pada dunia mengenai eksistensi-nya. Berita keberhasilan SU 1 Maret 1949 tersebut berhasil disebarluaskan melalui jaringan radio AURI dengan sandi PC-2 di Banaran, Playen, Gunung Kidul secara beranting hingga sampai ke Burma, India dan sampai kepada perwakilan RI di PBB. Menjelang diorama terakhir kita bisa melihat akhir dari perjuangan panjang dan melelahkan bangsa dimana akhirnya tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan Sri Sultan HB IX bertindak selaku koordinator keamanan yang mengawasi jalannya penarikan pasukan tersebut dan diakhiri dengan adanya Persetujuan Roem-Royen pada tanggal 7 Mei 1949.
tag: taman pintar, malioboro yogyakarta, benteng vredeburg, taman pelangi jogja, monjali, sejarah monumen jogja kembali (monjali), harga tiket masuk monumen jogja kembali, candi prambanan, jogja kembali download, gempa jogja, peta jogja, hotel jogja, jogja hot, jogja selingkuh, jogja tv.